Tautan berhasil disalin ke clipboard!

Teratai Biru untuk Talia

👤 Gusti Ayu Lastri Jyotichandra 🏫 XI-10 🆔 25619

Di antara luasnya lautan, ada sebuah sebuah kepulauan terpencil yang jauh dari perkotaan. Di dalam kepulauan tersebut ada kehidupan yang berjalan setiap harinya. Di suatu pulau bernama pulau Taluma, hiduplah dua orang gadis yang bernama Saila dan Talia. Mereka berdua adalah anak anak dari keluarga kepala suku. Saila dan Talia adalah harapan dari keluarga itu, sehingga mereka berdua benar benar di jaga ketat oleh orangtua dan rakyat yang ada disana untuk tidak pergi ke laut lepas. 


Suatu hari, Talia jatuh sakit. Sakit yang dialami oleh Talia bukan lah penyakit biasa. Selama Talia sakit, Saila selalu menjaga Talia dengan penuh kasih sayang. Karena penyakit Talia tak kunjung sembuh, akhirnya Saila pun bertanya tanya kepada seluruh penduduk pulau. Saila sangat sedih dan itulah yang membawa Saila pergi merenung ke pantai. Di tengah malam, ia melarikan diri secara diam diam untuk menatap bintang dan menikmati angin laut malam. Ditengah renungannya, tiba tiba ombak membawa suatu Keong yang bersinar. Keong tersebut menarik perhatian Saila dan akhirnya Saila pun mengambil keong tersebut. Karena Saila merasa sendirian, akhirnya ia bercerita mengenai kondisi adiknya kepada keong ini tanpa berharap apa apa. Ternyata keong itu bisa bernyanyi dan menjawab pertanyaan dari Saila. Keong ini menyanyikan lagu tentang bunga teratai biru ajaib yang tumbuh di pulang seberang, pulau Lembayu. Saila terkejut dan bertanya lagi sekali. “Keong yang cantik, apakah makna dari lagu ini berkaitan dengan kondisi adikku?” lalu ombak pun membagi dan memperlihatkan jalur ke arah pulau Lembayu. Saila pun merasa bahwa itu merupakan jalan keluar dari ini semua. Dengan senang hati, Saila berlari balik ke rumahnya untuk memberi tahu apa yang ia temukan. 


Sesampainya dirumah, ternyata ayahnya sudah berdiri didepan pintu rumah.

“Saila! kamu habis darimana?!” Saila pun menjawab dengan gemetar, “D-dari pantai, ayah. Lihat! aku menemukan keong yang bersinar dan keong ini bisa bernyanyi. Dengarlah suara dari dalam keong ini ayah..”, “Saila! kamu masih bisa bersenang senang? adikmu, Talia masih sakit, bisa bisanya kamu keluyuran di malam hari! tidak, ayah tidak peduli dengan apa yang kamu dapatkan. Sudah, balik ke kamarmu dan jangan harap kamu bisa kabur lagi!” sontak ayah dengan penuh amarah. “A-ayah, justru itu. Keong ini memberikan petunjuk bahwa aku harus mencari bunga teratai biru dari pulau Lembayu. Karena itu lah penyembuh dari penyakit adik Talia!” jawab Saila dengan ambisi. Ibu pun terbangun karena mendengar mereka bertengkar. “Loh Saila, kenapa kamu masih diluar?” Saila pun menjawab, “Ibu.. aku hanya pergi sebentar saja, aku jenuh bu. Tapi aku juga mendapatkan sesuatu yang aku rasa ini adalah jawaban dari pertanyaanku. Aku tau obat yang dapat menyembuhkan Talia!” lalu ibu pun menenangkan Saila, “Saila sayang, kamu berbicara apa? Talia tidak bisa disembuhkan. Talia perlu bantuan orang yang lebih hebat daripada kita semua. Talia kondisinya sudah sangat buruk. Apakah kamu yakin itu obatnya? Ibu tidak ingin kehilangan Talia.. begitupun dengan kamu kan Saila?”. Tidak lama setelah itu, Keong tersebut berubah menjadi kakek tua. Ayah, Ibu dan Saila terkejut. Kakek itu pun tersenyum dan berkata, “Halo maaf telah mengejutkan kalian. Nak, aku mendengar percakapanmu dipantai. Aku mengerti, kamu sedang sedih karena adikmu sakit. Tadi aku memberikan solusi melalui nyanyian ku, untungnya kamu peka ya?” Saila pun terkejut dan berkata, “Wah, iya kakek keong. Apakah aku perlu untuk mencari teratai biru?”. Kakek pun tersenyum dan berkata, “Benar sekali nak, teratai biru memanglah penawar dari segala penyakit. Namun, bunga itu hanya mekar pada malam hari disaat bulan purnama dan bunga itu hanya tumbuh di pulau Lembayu. Tepat jam 12 malam, bunga itu akan mekar dan cukup memetik 1 kelopaknya. Beruntung sekali kamu, besok malam adalah hari dimana munculnya bulan purnama. Bergegaslah nak, kamu diberkati oleh lautan”. Setelah itu, kakek itupun menghilang. Ayah, Ibu dan Saila pun merasa sangat beruntung karena mereka menemukan solusi dari penyakit Talia. Ayah berkata, “Saila, beruntung sekali kamu mendapatkan jawaban dari masalah ini. Namun, aku tidak yakin untuk mengarungi laut lagi. Semenjak kejadian saat itu”. Saila pun dengan optimis berkata “Ayah, kita harus mencari bunga itu. Aku tak ingin Talia semakin buruk keadaannya. Ayah dengar kan? kakek itu berkata bahwa perjalanan kita di berkati oleh lautan. Besok adalah malam purnama! bulan purnama itu sangat jarang terjadi ayah. Ayah ayolah ayah, aku akan ikut! aku ingin menemani ayah mengarungi lautan”. Ayah pun terkejut, “Jangan! kamu kira dilautan sana akan selalu baik baik saja?. Tidak, kamu tidak boleh ikut!”. Saila pun terdiam dan sedih. Karena ibu kasihan kepada Saila akhirnya bertanya kepada ayah. “Ayah, apakah kamu mengizinkan Saila ikut?”. Ayah pun melihat wajah polos Saila. Akhirnya dengan rasa khawatir ayah pun mengizinkan Saila ikut.


Di sore hari keesokan harinya, ayah, Saila dan beberapa rakyat Taluma ikut bergegas menyebrangi lautan untuk menuju pulau Lembayu. Diperjalanannya, angin semakin kencang dan hujan mulai membasahi layar perahu tersebut. Seketika layar perahu tersebut berbalik arah karena angin yang kencang. Saila ketakutan “Ayah bagaimana ini ayah?”, “Saila, kamu berlindung ya. Ini lah yang aku khawatirkan saat kamu bilang kamu ingin ikut menyebrangi lautan!”. Kapal mereka terombang-ambing karena gelombang laut yang begitu liar. Angin dari selatan semakin kencang, seperti angin topan. Saila hanya bisa berlindung ketakutan sambil berdoa di dalam hati, “Lautan, jika kamu memberkati perjalanan ini seperti yang disebutkan oleh kakek keong itu tolong bantu kami lautan. Aku ketakutan”. Tak lama kemudian, ombak semakin tinggi dan mendamparkan mereka semua ke sebuah pulau. Beruntungnya seluruh anggota kapal tersebut masih lengkap, ayah, Saila dan 3 rekan lainnya. Ayah pun terengah engah, “Haduh, selalu saja ada halangan setiap mengarungi lautan”. Saila pun berkata, “Ayah, maafkan aku. Sepertinya aku terlalu percaya dengan harapan dan keajaiban. Aku seharusnya menjadi lebih realitis lagi, lihatlah kapal kita hancur, kita semua kelelahan, stok makanan pun sudah ditenggelamkan dilaut”. Ayah mencoba menenangi Saila dan berkata “Saila, kita semua disini memang hidup berdampingan dengan keajaiban. Di dalam kehidupan, berharap itu merupakan satu cara untuk meyakinkan diri dalam mencapai sesuatu. Namun, bahaya di lautan selalu menjadi ketakutan terbesar ayah. Lautan bisa menjadi teman dan bisa menjadi musuh. Sejak ayah kecil, ayah sudah berlayar pergi melewati batas karang. Namun kondisi laut saat itu sedang tidak baik. Setelah ayah melewati batas karang, ombak semakin tinggi, angin semakin kencang. Kapal ayah lepas kembali dan terbalik. Teman ayah tenggelam, ayah bergegas dan berusaha menyelamatkan teman ayah. Dan disanalah trauma ayah muncul. Ayah tidak berhasil menyelamatkan teman ayah dan ternyata teman ayah sudah meninggal. Ayah akhirnya pulang dengan hati yang sangat berat, semenjak hari itu ayah bertekad untuk melarang siapapun melewati batas karang tersebut. Makanya, ayah sangat takut kehilanganmu Saila”. Saila dan ayah berpelukan dan Saila menangis mendengarnya. Setelah percakapan selesai, mereka melihat sekitar dan mereka menyadari ternyata mereka sudah sampai di pulau Lembayu. Mereka bergegas menyusuri pulau itu. Setelah perjalanan panjang, akhirnya mereka menemukan bunga itu. “Ayah, lihat itu dia bunganya! bunga itu berada tepat dibawah bulan purnama”. Ayah pun tersenyum dan meminta yang lainnya untuk bergegas dan hati hati dalam memetik kelopaknya. Akhirnya mereka berhasil mendapatkan kelopak itu dan membawanya kembali ke rumah mereka, pulau Taluma. Saat ingin kembali ke pulau Taluma, mereka harus memperbaiki kapal tersebut. Mereka bekerja sama untuk memperbaiki kapal tersebut. Saila membantu sesanggupnya. Saila ternyata berbakat dalam memperbaiki kapal. Ayah tersenyum melihatnya dengan bangga karena Saila mampu berusaha untuk mempertanggung jawabkan perkataannya.


Hari menjelang pagi, Saila pun pergi mencari makanan untuk perbekalan. Saila pergi memetik kelapa dan buah buahan yang ada di sekitarnya. Ayah terkejut dan berkata “Saila, kamu benar benar mampu mempertanggung jawabkan ini semua dan kamu berbakat Saila! kamu memang benar benar persis seperti ayah saat masih kecil”. Saila tersenyum dan Saila berkata “Iya ayah, aku senang kalau ini semua bisa membantu kalian. Aku ingin aku bisa membantu kalian semua. Aku ingin menjadi seseorang yang bermanfaat. Walau aku sedikit menentang larangan ayah hehehe. Aku juga merasa bersalah karena membuat kalian semua kerepotan. Maaf ya ayah”. Ayah tersenyum terharu dan menenangkan Saila, “Saila, kamu hebat nak. Ayah sangat bangga denganmu. Dengan usia kamu yang masih sekecil ini kamu sudah mampu untuk meyakinkan ayah dan menemukan jalan keluar dari ini semua”. Ketika kapal sudah siap dan mereka semua sudah mengisi perut, mereka pun siap untuk berangkat kembali ke pulau Taluma. 


Ibu dan warga setempat khawatir karena kepergian mereka mengarungi lautan memakan waktu dari sore hingga pagi. Ketika ibu dan warga lainnya menunggu di pesisir pantai, terdengar suara anak perempuan yang berteriak “Ibu! kami sudah berhasil menemukan penawarnya!” Ibu langsung memelu Saila dan ayah. “Syukurlah kalian semua selamat, Ibu sangat khawatir dengan kalian. Ayo bergegas kita berikan Talia bunga teratai ini!”. Sesampainya dirumah, Saila langsung memotong-motong kelopak bunga teratai dan memberikan sedikit air agar adiknya dapat meminum obat tersebut.  Dengan penuh harapan, Saila memberikan obat itu kepada Talia. Tidak lama kemudian, Talia terbangun dan kondisinya kembali menjadi sehat dan segar. “Talia, kamu sudah sembuh?!” ucap Saila dengan penuh kebahagiaan. Talia pun menjawab, “Aku merasa diriku lebih baik, apa saja yang aku lewatkan?”. Saila pun menceritakan itu ke Talia dan keluarganya. “Syukurlah kamu sudah sehat. Kalau tidak ada Saila dan keong itu pasti sampai saat ini kami belum bisa melihatmu seperti ini, Talia” ujar sang ibu. Ayah pun tersenyum dan “Hahaha, berterima kasih lah kepada pahlawan kecil kita, Saila! untung dia menemukan keong ajaib itu”. Talia pun tersenyum namun sekaligus kebingungan, “Wah, sepertinya aku melewati banyak hal yah. Aku penasaran”. Lalu akhirnya mereka pun menghabiskan waktu untuk bercerita tentang perjalanan mereka dalam mencari penawar dari penyakit Talia. Keesokan harinya, Saila diberikan penghargaan sebagai anak pemberani dan dapat meyakinkan ayah untuk pergi mengarungi laut kembali.