Tiga Hari Sebelum Gelap
Pada keramaian kereta dan asap rokok berdirilah Josef. K, seorang politikus negara Obristan. Obristan sedang berperang dengan negara tetangga, Arstotzka yang telah berlangsung selama beberapa tahun dan memakan jutaan nyawa. Ia merupakan seorang ayah dan pernah bertugas sebagai tentara, Anaknya pun mengikuti jejaknya, yang menyebabkan anaknya mati dalam perang Obristan-Arstotzka. Selama perang berlangsung Ia ditugaskan untuk menghitung jumlah kematian dari perang itu dan hari ke hari ia terkejut dengan angka kematiannya yang selalu naik, 9000 lalu 12000 lalu 13000 jiwa. Semakin lama ia menatap daftar nama itu semakin sakit dadanya. ini membujuk dia untuk berusaha negosiasi untuk menghentikan perang ini. Ia mulai dengan datang ke kementrian perang dengan map coklat terkotori lumpur yang ia temukan di perbatasan selatan, di dalam map tersebut terdapat surat dari pihak Arstotzka, ia buka pintu rapat yang penuh wajah-wajah tua dan pria berseragam, ia ingin memberitahukan mereka tentang usulan perdamaian dari Arstotzka dan membujuk mereka untuk ikut serta diskusi perdamaian, “ini adalah usulan perdamaian dari Arstotzka, mereka ingin kita datang ke ibukota mereka untuk mendiskusikan ini lebih lanjut.” ucap Josef. K, ruangan tiba-tiba sunyi, kesunyian itu dipecahkan oleh ketua menteri perang yang bertanya, “dan siapa yang memberitahukan kamu? Mengapa kami tidak mendengar tentang usulan ini? Dan apakah kamu yakin ini bukan sebuah upaya penyergapan?”
“Saya jamin ini bukan upaya penyergapan” ucap Josef, “dan alasan kalian tidak mengetahui tentang usulan ini adalah karena utusan Arstotzka yang ditugaskan untuk memberi info ini terbunuh di perbatasan selatan kita, mungkin tentara kita di sana kira dia penyerbu, saya ketemu usulan ini di salah satu mayat yang ada di sana saat saya ditugaskan untuk menghitung jumlah korban jiwa setelah kita mengambil kembali alih perbatasan selatan kita, seragam yang dipakai mayat tersebut merupakan seragam asli utusan Arstotzka yang bertugas untuk memberi informasi kepada negara lain. Tanda tangan ini setelah diidentifikasi juga asli merupakan tanda tangan dari Marshal Agung Arstotzka.” Josef. K memberi usulan tersebut kepada anggota-anggota menteri perang yang dibalas dengan muka-muka ketidakpercayaan, “apaan ini? Ini bukan usulan perdamaian ini ultimatum!” teriak salah satu anggota, “iya, jika kita tidak menerima syarat dan ketentuan mereka maka mereka akan memakai ‘senjata’ ini dan akan membawa sekutunya untuk ikut campur dalam perang ini, kita diberi 3 hari untuk menerima dan menandatangani usulan ini atau kita ke ibukota mereka untuk diskusi tentang gencatan senjata dan membahas usulan perdamaian lebih lanjut. Sekutu mereka telah mempersiapkan kereta untuk membawa kita kesana secara aman.” Ucap Josef. K, seluruh ruangan ramai dipenuhi suara orang ngomong dan berdebat seolah seperti di pasar, “OMONG KOSONG!” teriak ketua menteri, “tidak mungkin mereka mempunyai senjata yang mereka mengaku punya! Mereka hanya menggertak agar kita mau menandatangani pakta ini!”
Ruangan dipenuhi lagi dengan perdebatan, ada yang menuduh Arstotzka ingin melakukan penyergapan, ada yang menyebut ini kesempatan terakhir untuk mengakhiri perang ini.
“Tetapi kalian tidak bisa mengambil resiko itu” ucap Josef. K, “mereka juga mengancam untuk membawa sekutunya ke dalam perang ini, dan saya melihat di perbatasan selatan kita ada lebih banyak tentara ‘menjaga’ perbatasan negara sekutu mereka dari biasa seolah-olah bersiap untuk perang, jika kamu benar bahwa mereka tidak punya ‘senjata’ ini, negara kita tidak mempunyai tenaga manusia maupun sumber daya untuk perang dari dua sisi.”seluruh ruangan menjadi ramai dengan diskusi sampai ketua menteri berkata, “baiklah, kita akan membahas tentang pakta ini di ibukota mereka. Kita akan berangkat besok.” Dua hari sebelum tenggat waktu pakta mereka mulai perjalanan menuju ibukota Arstotzka yang diawali di perbatasan selatan, mereka dikawal oleh tentara negara asing bersenjata, tentara-tentara tersebut melihat berombongan pria berjas dan bertanya, “apakah kalian merupakan delegat dan diplomat perwakilan dari Obristan?” Josef. K menanggap “iya.” setelah itu tentara-tentara disana membawa perwakilan Obristan ke kereta.
"Lagi sebentar kita akan sampai di ibukota mereka." Ucap Josef. K kepada anggota menteri perang, "sudah cukup lama perang ini telah berlanjut, kita harus hentikan ini sekarang."
"Ini konyol. Masak negara kita, yang terkenal atas kejayaannya menerima persepakatan ‘kedamaian’ dari mereka? Sejak kapan kita memohon untuk kedamaian dengan negara lain?” Ucap ketua menteri perang dengan rasa kesal, “apakah kamu belum lihat usulan persetujuan 'perdamaian' mereka? Mereka ingin mengambil tanah kita, pelabuhan kita, dan ingin memaksakan kita untuk membayar mereka 2 miliar marks, ini bukan perdamaian, ini penghinaan!" Ucap ketua menteri perang. Josef.K berdiri dari tempat duduk dan berjalan menuju ketua menteri perang, ia memberikan menteri perang sebuah kertas dan berkata, "kemarin saja, 13.000 tentara kita meninggal, 13.000 jiwa, rakyat kita dan setiap hari angka itu meningkat. Aku bertanya menteri, apakah kematian mereka sepedan? Setiap menit kita menunda perjanjian ini 100 jiwa meninggal, demi kemanusiaan dan demi Tuhan mari kita hentikan perang ini. Perang ini telah berlangsung untuk cukup lama. Jika kita sibuk hanya untuk berdiskusi dan berdebat Obristan akan menjadi negara kosong dalam 2 tahun."
Ketua menteri perang melihat Josef. K dengan ekspresi kesal dan mengatakan, “dan? Bukanya emang tugas sebuah tentara bertumpah darah untuk negaranya? Lagian perang ini memberikan mereka makna dan tujuan, kebanyakan tentara dulu hidupnya sebagai orang biasa, buruh tanpa arah dan tanpa makna, sekarang mereka punya tujuan dan memberi kehormatan untuk dirinya! Mengapa kita membiarkan tentara kita kembali ke tanah air sebagai pengecut daripada mati di medan perang dengan hormat?”
“Hormat? HORMAT APA? ANAKKU MATI DI PERANG INI DAN IA TIDAK MERASAKAN HORMAT, SEBUAH MAYAT TIDAK BISA MERASAKAN HORMAT! Apakah kamu sudah gila dengan otak perang kamu itu? Hormat apa yang didapatkan dari melihat kawan-kawanmu mati di medan perang? Hormat apa yang didapatkan dari suara bom artileri yang terus menerus meledak sampai telinga kamu berdarah? Hormat apa yang didapatkan dari anggota tubuh yang hilang? Bagaimana kamu, dari semua orang bisa ceramah tentang ‘hormat’ sedangkan kamu hanya memberi perintah kepada rakyat kita untuk mati di perang yang KAMU MULAI sambil diam di rumah besarmu jauh dari artileri dan bayonet?”
Seluruh ruangan menjadi sunyi dan suasana menjadi tegang, tak lama kemudian mereka sampai di ibukota Arztotska, satu hari setelah mereka berangkat. Mereka diarahkan ke gedung pemerintah Arstotzka yang merupakan gedung besar berisi bendera hitam besar berkibar diatasnya, mereka dikelilingi oleh tentara yang melindungi mereka dari rakyat Arstotzka yang mengeluarkan kata kata vulgar dan melempar barang barang dari kertas ke batu ke arah rombongan obristan. Tak lama kemudian mereka sampai di ruangan diskusi, disana terlihat meja persegi panjang dengan satu sisi penuh dengan meja kosong sedangkan isi berlawanan terisi oleh pria-pria berstatus tinggi, Josef. K dan delegat lain mendekat ke arah mereka dan memperkenalkan diri, “yang terhormat, Marshal Agung. Saya, Josef. K, ketua delegasi Obristan datang secara damai dan demi kemanusiaan mari kita selesaikan perang ini.”
Marshal Agung menatapnya dengan muka marah dan berkata, “perdamaian bukanlah sebuah hadiah, Tuan josef. Kami tidak disini hanya untuk berdebat, kita disini untuk melihat kalian menandatangani pakta itu.” Josef. K bernafas secara mendalam dan berkata, “mengapa kita tidak membahas gencatan senjata saja dulu? Kenapa kita tidak hentikan dulu pertempuran ini agar kita bisa membahas persepakatan ini dengan kepala dingi-” Marshal Agung memotong pembicaraan Josef. K dan mengatakan dengan tegas, “kami telah berubah pikiran. Tidak ada pembahasan lebih lanjut tentang persepakatan ini.”
Rombongan Obristan melihat Marshal Agung dengan kebingungan, mereka mulai berdebat tentang persepakatan itu tetapi Marshal Agung tidak bisa berubah pikiran. Di rombongan Obristan terjadi perdebatan dan diskusi yang berlangsung selama berjam-jam untuk memutuskan antara menandatangani atau tidak, sementara itu Josef. K hanya memiliki satu hal dalam pikiriannya: seberapa banyak lagi jiwa harus dikorbankan sampai mereka menyatakan “cukup”?
Menjelang malam, Marshal Agung berkata, “kalian memiliki 10 menit sebelum tenggat waktu, tanda tangani.” Seluruh rombongan Obristan terdiam, Josef. K mengambil pulpennya, menatap pakta tersebut untuk cukup lama dan menandatangani persepakatan itu, ia melihat ke delegat lainnya dan menyuruh mereka menandatangani, mereka satu per satu menandatangani kertas itu dan ini menandakan akhirnya perang antara dua negara tersebut.
Radio bergegas untuk memberi tahu berita tersebut kepada tentara-tentara di parit-parit. Tak lama kemudian Josef. K memasuki tempat yang dulunya medan perang dan melihat tentara berpesta, bermain sepak bola dan saling bercerita, yang dulunya musuh sekarang seolah-olah sahabat yang sudah lama kenal, pada hari itu ia tidak melihat rakyat Obristan atau rakyat Arstotzka, tetapi manusia yang hanya ingin kedamaian. Beberapa hari kemudian Josef. K kembali ke Obristan memegang sebuah kertas, ia melihat kota berpesta dan air mata bahagia jatuh di muka ibu-ibu yang khawatir, tak lama kemudian Josef. K naik podium di depan ribuan tentara dan rakyat, di tangannya, kertas berisi pidato yang ia tulis selama dia berdiam di Arstotzka.
Ia berdiri di depan microphone dan menarik nafas, “saudara-saudaraku,” ucap Josef, “perang ini telah berakhir bukan dengan kemenangan dan bukan dengan kehormatan, tetapi perang ini telah mengambil kawan-kawan kalian, keluarga kalian dan bagian dari diri kalian, dan tidak ada kata yang bisa mengembalikan itu.”
Josef. K berhenti sebentar untuk menarik nafas dan berkata, “Saya tahu, sebagian dari kalian menganggap ini sebuah kekalahan, ketidakhormatan kepada negara kita dan rakyat kita. Tetapi aku bilang, kekalahan sebenarnya adalah ketika kita berhenti menjadi manusia, kalian tidak kalah karena berhenti berperang, tetapi kalian menang karena kalian menolak untuk membuang kemanusiaanmu dan mati sia-sia!”
Josef. K berusaha menahan tangisannya dan menatap kepada tentara-tentara di depannya dan mengatakan, “Anakku gugur di perang ini, ia telah merasakan apa yang kalian merasakan tadi, ia berjuang untuk negara ini dan bertumpah darah seperti kalian semua dan saya bertanya setiap hari, buat apa? Buat apa dia tersiksa? Buat apa dia mati? Tetapi saya sekarang tahu alasannya, agar generasi-generasi kedepannya tidak perlu merasakan perang lagi!”
Tentara dan rakyat mulai berteriak semangat dan beberapa melempar topinya ke atas, “TEMAN-TEMANKU! KEHORMATAN BUKANLAH MATI DALAM PERTEMPURAN ATAUPUN STATUS, TETAPI BERANI DAN GIGIH HIDUP DENGAN LUKA LUKA ITU, KEHORMATAN DIBUKTIKAN DENGAN KEMAMPUAN UNTUK BERTAHAN, UNTUK MAJU DAN MEMBANGUN NEGARA INI DARI ABU! MARILAH KITA SALING MENYAPA DENGAN TANGAN PERSAUDARAAN DARIPADA SALING MENYAPA DENGAN PELURU!”
Josef. K menurunkan pandangannya dan berkata, “semoga Tuhan dapat mengampuni kita atas segala yang telah kita lakukan atas nama sesuatu yang kita namakan ‘tanah air’.” Ucap Josef. K.
Josef. K turun dari podium dan mendengar semangat rakyat, ia jadi percaya bahwa masa depan Obristan akan cerah.
Tetapi saat Josef. K pulang ke rumahnya yang kosong ia juga sadar bahwa walaupun perang telah selesai, perjuangan untuk kedamaian tidak
akan bisa selesai.