Petualangan Rara dan Burung Pelangi
Rara, seorang gadis kecil berusia sepuluh tahun dengan rambut berwarna cokelat pendek berisi bando merah di kepalanya dan mata secerah cokelat madu, hidup di desa yang dikelilingi hutan lebat. Desa itu bernama Pelita, karena selalu disinari matahari terbit yang indah. Rara dikenal sebagai anak yang penuh rasa ingin tahu dan tidak pernah takut menjelajah.
Suatu sore, saat bermain di pinggiran hutan, Rara melihat sesuatu yang tidak biasa. Di balik semak-semak lebat, tergeletak seekor burung yang sangat besar, seukuran merpati, tetapi seluruh bulunya berwarna pelangi – merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu berkilauan, memancarkan cahaya lembut meski di tempat yang teduh warna burung itu sangat berkilau.
Saat pertama kali Rara melihat burung pelangi ini Rara sangat amat terkejut akan keindahan bulu yang dimiliki burung pelangi yang sangat indah dan menakjubkan yang rara lihat dan ia sempat berfikir sambil menatap burung pelangi dan mengelus nya dan berkata seindah ini hewan ciptaan Tuhan yang harus dijaga dan dirawat dengan penuh kasih sayang.
Burung itu terlihat , sayap kirinya tersangkut kuat di antara akar pohon yang menjulur kemana mana. Rara mendekat perlahan. Ia tahu, burung dengan warna seajaib ini pasti bukan burung biasa.
“Hei, kamu kenapa?” bisik Rara lembut.
Burung Pelangi itu hanya mengepakkan sayapnya lemah, matanya yang hitam legam menatap Rara penuh harap.
Rara melihat luka di sayap burung itu, dan meneteskan darah tipis merembes dari kulitnya. Rasa takut Rara segera lenyap, ketika melihat darah yang keluar dari burung pelangi dan digantikan oleh dorongan kuat untuk menolong burung pelangi. Ia berlutut, berusaha melepaskan jeratan akar yang keras.
Usaha itu tidak mudah. Akar pohon itu terlihat liat dan kusut.
Rara menarik, mendorong, bahkan mencoba menggigitnya (meski perjuangan itu sia-sia ia lakukan). Setelah berjuang selama hampir setengah jam, dengan napas terengah-engah dan tangan Rara pun lecet, akhirnya krek! Akar itu terputus dari sayap burung pelangi.
Burung Pelangi segera menarik sayapnya, lalu mencoba berdiri. Ia mengepakkan sayapnya pelan pelan, dan menguji kekuatannya. Rara duduk di tanah, kelelahan namun merasa sangat lega bisa menolong burung pelangi.
Tiba-tiba, Burung Pelangi itu berbicara, suaranya merdu seperti lonceng kristal. “Terima kasih, Rara. Kau telah menyelamatkanku.”
Rara terlonjak kaget. “K-kamu bisa bicara?”
“Aku adalah Burung Pelangi. Aku adalah penjaga warna dan mimpi. Aku jatuh saat sedang dalam perjalanan kembali dari melukis langit senja di balik gunung. Sayapku terluka dan aku terjebak.” Burung itu memandang Rara dengan tatapan penuh penghargaan dan rasa terimakasih. “Aku melihat keberanian dan kebaikan ini di hatimu. Tidak semua anak di dunia ini yang mau berhenti untuk menolong makhluk hidup yang berbeda.”
Rara tersipu malu mendengar burung pelangi mengapresiasi perjuangan nya. “Aku hanya tidak tega melihatmu kesakitan.”
Burung Pelangi itu berdiri tegak, bulu-bulunya kini memancarkan cahaya yang lebih terang dan indah sampai rata meneteskan air mata saking indahnya burung pelangi itu. “Sebagai balasannya, aku ingin memberimu hadiah. Aku tahu kamu suka menjelajah, tapi hutan ini menyimpan banyak misteri dan bahaya di dalam nya.”
Burung Pelangi lalu menceritakan bahwa untuk mencapai puncak gunung di mana Burung Pelangi tinggal, Rara harus berjalan melewati tiga rintangan yang dimana orang orang tidak bisa melewati nya. Pertama, Sungai Kaca yang airnya begitu jernih hingga terlihat seperti tidak ada apa-apa, membuat pelintasnya takut melangkah. Kedua, Jembatan Bisikan, sebuah jembatan bambu tua di mana angin selalu membisikkan keraguan dan ketakutan ke telinga setiap orang yang melewatinya. Dan ketiga, Gerbang Kabut, sebuah celah di tebing yang selalu diselimuti kabut tebal dan dingin, membuat orang kehilangan arah.
Rara mendengarkan dengan mata berbinar. Ia merasa seperti berada di dalam salah satu cerita dongeng favoritnya yang pernah ia baca.
“Aku harus pergi sekarang. Aku harus memperbaiki warna langit sebelum malam tiba,” kata Burung Pelangi. “Ingatlah apa yang kamu tunjukkan hari ini: Berani dan baik hati.”
Tapi sebelum terbang, Burung Pelangi memberikan sebutir batu kecil berkilau pada Rara. Batu itu berbentuk lonjong dan memancarkan spektrum warna yang sama dengan bulu burung itu. “Ini adalah Batu Harapan. Kalau kamu sedang sedih atau butuh bantuan, pegang ini dan panggil namaku.”
Rara pun memeluk Burung Pelangi, merasakan kehangatan lembut dari bulu-bulunya yang ajaib, lalu melihatnya terbang tinggi ke langit, meninggalkan jejak warna-warni yang luar biasa di langit senja yang mulai gelap.
Petualangan ke Puncak Ajaib
Keesokan paginya, semangat Rara membara. Ia tahu ia harus mengunjungi tempat tinggal Burung Pelangi. Ia mengantongi Batu Harapan dan membawa bekal seadanya.
Perjalanan itu dimulai dengan mudah, namun segera berubah menjadi tantangan. Rara sampai di batas hutan yang terbuka, di mana terbentang Sungai Kaca. Airnya memang luar biasa jernih. Dasarnya yang dipenuhi kerikil putih terlihat begitu jelas, seolah-olah sungai itu tidak berair. Rara ragu-ragu. Ia menjulurkan kakinya sedikit, takut jatuh ke jurang karena airnya terlihat seperti udara kosong.
Tiba-tiba, ia teringat kata-kata Burung Pelangi: “Berani dan baik hati.”
Ia teringat betapa ia berani menolong burung itu tanpa ragu. Ia menutup mata, memegang Batu Harapan, dan berbisik, “Aku tidak takut.” Ia melangkah. Rasa dingin air sungai yang menyentuh kakinya menyadarkannya bahwa ini sangat nyata yang ia rasakan. Ia pun terus berjalan perlahan, menikmati sensasi dingin air sungai, dan berhasil menyeberang. Rara belajar: Terkadang, hal-hal yang paling menakutkan hanyalah ilusi yang ada didalam pikiran kita sendiri.
Rintangan berikutnya adalah Jembatan Bisikan. Jembatan bambu itu terlihat kokoh, tetapi saat Rara menginjakkan kaki pertamanya, angin mulai berembus kencang, membawa bisikan-bisikan aneh yang ia dengar begitu bergema sampai ia ragu untuk melangkah dan melanjutkan perjalanan nya.
"Kamu terlalu kecil. Kamu akan jatuh."
"Pulang saja, Rara. Kamu tidak akan berhasil."
"Mereka akan menertawakan mu jika kamu gagal."
Bisikan itu terdengar persis seperti suara hatinya saat ia merasa ragu. Kaki Rara terasa berat. Ia hampir berbalik, ingin lari. Namun, ia teringat kebaikan yang ia tunjukkan pada Burung Pelangi.
Ia memejamkan mata erat-erat, memegang Batu Harapan, dan berkata dengan suara lantang, “Aku menolong karena aku baik hati! Aku akan maju karena aku berani!” Ia mulai berlari kecil di atas jembatan itu. Bisikan-bisikan itu semakin keras, tetapi ia mengabaikannya, fokus pada suara langkah kakinya. Ketika ia mencapai ujung jembatan, bisikan itu lenyap, digantikan oleh suara gemerisik gemerisik daun yang menenangkan pikiran dan suasana hati rara. Ia belajar: Keberanian sejati adalah melawan keraguan di dalam dirimu sendiri.
Rintangan terakhir adalah Gerbang Kabut. Saat mendekat, hawa dingin menusuk kulit dan tulang-tulang rara. Kabutnya tebal sekali, menelan segala cahaya, membuat Rara tidak bisa melihat apa apa lebih dari satu langkah di depannya. Ia berputar-putar, mulai panik. Ia merasa tersesat, sendirian.
Tiba-tiba, Batu Harapan di tangannya terasa hangat. Rara memegangnya dan berbisik, “Burung Pelangi, aku butuh bantuan.”
Seketika, Batu Harapan itu mulai bersinar. Cahaya dari batu kecil itu tidak terang benderang, tetapi cahayanya memiliki warna pelangi yang unik dan sangat indah, yang mampu menembus kabut tebal itu. Cahaya itu membentuk jalan setapak kecil di hadapan Rara, menuntunnya melalui celah tebing. Kabut dingin itu terasa kurang menakutkan, karena Rara tahu, ia sedang dipimpin.
Ia berjalan mengikuti cahaya, sampai akhirnya, plong! Ia keluar dari kabut dan terperangah.
Di depannya terhampar sebuah lembah rahasia di puncak gunung, penuh bunga-bunga yang indah berpendar dan air terjun yang memantulkan cahaya pelangi abadi. Di tengah lembah itu, ada sebuah sarang besar yang terbuat dari ranting emas dan, di sana, Burung Pelangi sedang menunggunya.
“Kamu berhasil, Rara!” Burung Pelangi menyambutnya dengan gembira. “Aku tahu kamu bisa. Kamu menunjukkan dua hal yang paling penting di dunia ini: Berani dan baik hati.”
Burung Pelangi memujinya, menjelaskan bahwa ia mengamati seluruh perjalanan Rara. Ia memuji bagaimana Rara melawan ilusi ketakutan di Sungai Kaca dan mengalahkan bisikan negatif di Jembatan Bisikan.
“Batu Harapan tidak memberimu kekuatan super, Rara,” kata Burung Pelangi sambil tersenyum indah kepada rara. “Batu itu hanya mengingatkanmu pada cahaya yang sudah kamu miliki saat kamu menolongku. Itu adalah cahaya keberanian dan kebaikan di dalam hatimu.”
Rara memeluk Burung Pelangi dengan rasa yang hangat, lalu melihatnya terbang tinggi ke langit, meninggalkan jejak warna-warni di langit senja.
Kembali ke Rumah
Rara turun gunung dengan hati ringan. Ia pulang ke rumah tepat saat matahari tenggelam. Ibu dan ayahnya sangat amat khawatir karena Rara terlambat pulang, tapi Rara menceritakan semuanya.
awalnya Mereka tidak sepenuhnya percaya kepada ku, tapi ketika Rara menunjukkan Batu Harapan yang masih bersinar ini dan menceritakan bagaimana ia melewati sungai yang terlihat kosong dan jembatan yang berbisik, mereka hanya bisa tersenyum dan berkata kepada rara, “Kamu memang anak yang luar biasa nak.”
Malam itu, sebelum tidur, Rara menulis di buku hariannya:
Hari ini aku sangat senang pertama kali bertemu dengan Burung Pelangi dan. Aku sama sekali tidak takut awal menolongnya, dan aku belajar bahwa kebaikan akan selalu kembali kepada kita yang selalu ikhlas buat kebaikan tanpa memikirkan imbalan apapun. Kebaikan adalah kompas, dan keberanian adalah langkah pertamaku yang sudah menolong hewan ciptaan tuhan tanpa merugikan siapapun.
Petualangan ini akan selalu aku ingat, selamanya. Aku akan selalu memegang erat Batu Harapan ini, sebagai pengingat bahwa cahaya terbaik ada di dalam diriku.
Dan siapa tahu, mungkin suatu hari nanti…aku akan bertemu lagi dengan Burung Pelangi akan datang lagi, untuk melihat petualangan baru yang akan aku lakukan.
🦋 Pesan Moral:
•Berani menolong makhluk yang kesulitan, walau kita belum tahu apa yang akan terjadi.
•Kebaikan selalu dibalas, kadang dengan cara ajaib.
•Keberanian dan empati adalah kekuatan sejati seorang anak.
•Lawanlah ilusi ketakutan dan bisikan keraguan dalam dirimu.
•Cahaya terbaik untuk menuntun mu melalui kegelapan ada di hatimu sendiri.