Tautan berhasil disalin ke clipboard!

Jejak Yang Hilang

👤 Ni Nyoman Cantya Dianti Iswara 🏫 XI-11 🆔 25677

Pagi itu, rumah terasa lebih sunyi dari biasanya. Lila berdiri di ambang pintu, memperhatikan ibunya yang melambai dari dalam mobil. Di samping ibunya duduk seorang pria yang baru dikenal beberapa bulan terakhir. Pria itu selalu memperkenalkan dirinya sebagai teman yang membantu pekerjaan ibunya. Ia sopan, tidak banyak bicara, dan selalu menjaga jarak ketika bertemu Lila. Meskipun Lila belum sepenuhnya merasa nyaman, ia tidak ingin menambah beban ibunya. Wanita itu tampak lebih tenang sejak mengenal pria tersebut, sehingga Lila memilih mendukung apa pun yang membuat ibunya terlihat bahagia.


Ketika mobil itu menyusuri jalan besar menuju bandara, Lila menutup pintu rumah perlahan. Hari pertama berlalu tanpa sesuatu yang terasa janggal. Ia mengerjakan tugas sekolah, menyapu ruang tengah, kemudian menonton film hingga larut malam. Sesaat sebelum tidur, ia menerima pesan singkat dari ibunya: “Sudah naik pesawat. Semuanya baik.” Pesan itu singkat, tetapi cukup untuk membuatnya tersenyum.


Hari kedua berlalu tanpa pesan baru. Lila mencoba menghubungi ibunya sekali, tetapi panggilan itu tidak dijawab. Ia mengira ibunya sedang sibuk, jadi ia tidak terlalu memikirkan hal itu. Ia menonton beberapa video selagi menunggu, lalu tertidur.


Pada hari ketiga, keadaan berubah. Panggilan telepon tidak pernah diangkat. Pesan hanya menunjukkan tanda terkirim, bukan terbaca. Lila mulai merasa gelisah. Ia duduk lama di pinggir tempat tidurnya dengan menatap layar ponsel yang terus diam. Ibunya bukan tipe orang yang tiba-tiba hilang kabar, apalagi ketika sedang berada di luar negeri. Kecemasan itu menekan dadanya perlahan.


Hari keempat membuatnya semakin panik. Ia mencoba menghubungi hotel yang tertera di email ibunya, tetapi nomor itu tidak dapat dihubungi. Ia membuka laptop ibunya untuk memeriksa kembali semua email perjalanan. Ia menemukan email konfirmasi hotel, tetapi sesuatu terlihat tidak wajar. Logo hotel berbeda dari situs resminya. Alamat situs pada email tidak dapat dibuka. Ketika ia mencari nama hotel itu di mesin pencari, tidak ada hasil lain yang muncul. Tidak ada situs resmi. Tidak ada ulasan. Tidak ada bukti bahwa hotel itu benar-benar ada.


Jantungnya berdegup kencang. Ia mencari rekaman CCTV bandara yang diunggah oleh komunitas daring. Pada salah satu video, ia melihat ibunya keluar dari mobil dan berjalan menuju pintu keberangkatan. Namun gerakan pria yang bersama ibunya terlihat janggal. Ia selalu berjalan dengan kepala tertunduk dan bergerak terlalu kaku seolah berusaha menghindari kamera.


Karena penasaran, Lila mencari informasi tentang pria itu. Ia mengetik namanya, memeriksa berita lama, mencari akun media sosial, tetapi tidak ada apa pun yang muncul. Tidak ada jejak identitas. Tidak ada foto. Tidak ada pekerjaan. Pria itu seperti tidak memiliki masa lalu.


Malam itu, ia pergi ke kantor polisi dengan membawa laptop ibunya, ponsel, dan catatan kecil yang ia susun sejak pagi. Polisi mengatakan bahwa laporan orang hilang memiliki prosedur yang tidak sederhana. Ia diminta menunggu. Lila meninggalkan kantor polisi dengan langkah berat. Ia merasa ada sesuatu yang salah dan tidak ada cukup waktu untuk sekadar menunggu.


Sesampainya di rumah, ia membuka laptop ibunya lagi dan menelusuri setiap email dengan lebih teliti. Ia memeriksa waktu pengiriman, alamat pengirim, dan pola penulisan. Semua hal tampak teratur, tetapi semakin ia perhatikan, semakin jelas sesuatu yang janggal. Email perjalanan dikirim dari server yang tidak dikenal. Kode pemesanan pesawat tidak sesuai dengan maskapai mana pun. Bahkan informasi bagasi terlihat tidak wajar karena formatnya berbeda dari biasanya.


Tengah malam, sebuah email masuk. Judulnya hanya berisi satu kata: berhenti. Isi email itu adalah ancaman agar Lila tidak mencari ibunya lagi. Tidak ada nama pengirim. Tidak ada identitas. Ucapan singkat itu jatuh seperti tetes air dingin, mengalir turun di punggungnya dan membuatnya menggigil.


Ia menutup laptop dengan menahan air mata. Namun rasa takut itu berubah menjadi tekad. Ia merasa semakin yakin bahwa ancaman itu muncul karena ia mulai mendekati sesuatu yang penting.


Lila membuka kembali daftar kontak ibunya. Ia melihat beberapa nama yang sering muncul, tetapi tidak ada yang mencurigakan. Namun satu nama berbeda. Sebuah akun email dengan nama panggilan yang aneh: chickensoup78.


Ia membuka daftar kontak dan melihat bahwa ibunya sering bertukar pesan dengan akun tersebut. Lila merasa ada yang janggal karena ibunya tidak pernah menyebutkan siapa pun dengan nama itu. Rasa penasaran membuatnya mencoba membuka email itu lebih jauh.


Lila kemudian mencoba masuk ke akun chickensoup78. Prosesnya sulit karena memerlukan verifikasi suara dengan menebak kata sandi yang mungkin digunakan ibunya. Usahanya gagal. Ia mencoba lagi dengan beberapa kombinasi lain, tetapi tetap gagal. Akhirnya, ia mencoba fitur verifikasi suara. Sistem meminta suara pria yang menjadi pemilik akun tersebut. Lila tidak memiliki rekaman suara yang jelas, tetapi ia menemukan satu video lama di laptop ibunya yang merekam suara pria itu saat bekerja bersama. Ia mengunggahnya ke situs penyamar suara, mengubahnya agar terdengar lebih jelas dan sesuai dengan permintaan verifikasi. Setelah beberapa percobaan, akses ke akun email itu berhasil terbuka.


Kotak masuk berisi banyak pesan yang tidak pernah diketahui ibunya. Lila membaca satu per satu dan merasakan tubuhnya semakin lemas. Percakapan dalam email bukan antara ibunya dan teman barunya. Pesan itu adalah komunikasi antara pria yang selama ini dikenal ibunya sebagai teman baru dan ayah kandung Lila sendiri.


Setiap baris kata terasa seperti hantaman keras di dada. Namun yang membuat Lila semakin terpukul adalah kenyataan bahwa ayahnya terlibat. Selama bertahun-tahun, ia berusaha menghapus lelaki itu dari hidupnya. Ia bahkan berharap tidak perlu lagi mendengar namanya. Tetapi kini, setelah semua luka masa lalu perlahan sembuh, ayahnya justru muncul kembali dengan cara yang paling menghancurkan.


Hubungan antara ibunya dan ayahnya tidak pernah sederhana. Dulu, saat Lila masih kecil, mereka tampak seperti keluarga biasa yang bahagia. Ayahnya bekerja sebagai teknisi audio di sebuah perusahaan kecil dan ibunya membuka usaha katering rumahan. Namun semakin lama, sifat asli ayahnya semakin terlihat. Ia mulai mudah marah, sering pulang larut malam, dan menghabiskan uang untuk hal-hal yang tidak pernah dijelaskan.


Pertengkaran menjadi kejadian yang hampir terjadi setiap minggu. Ibunya berusaha bertahan karena tidak ingin Lila tumbuh dalam keluarga yang berantakan, tetapi pada akhirnya keputusan untuk bercerai tidak dapat dihindari. Setelah perceraian, hidup ayahnya berubah drastis. Ia kehilangan pekerjaannya hanya beberapa bulan kemudian karena sering absen dan terlibat masalah dengan rekan kerjanya. Ia mencoba memulai usaha kecil, tetapi semua ide yang ia jalankan selalu berakhir gagal.


Orang-orang di sekitarnya menyebutnya sebagai seseorang yang tidak mampu mengendalikan diri dan selalu menyalahkan keadaan. Lelaki itu semakin tenggelam dalam kebiasaannya yang buruk. Ia berhutang pada banyak orang, berpindah-pindah tempat tinggal, bahkan sempat menghilang selama beberapa bulan. Ketika ia muncul kembali, ia tampak lebih putus asa daripada sebelumnya. Ia tidak pernah benar-benar bangkit dari keterpurukan itu.


Namun yang paling menyakitkan bagi Lila adalah bagaimana ayahnya pernah berjanji untuk berubah. Ia pernah datang pada suatu hari hujan, berdiri di depan rumah dengan memegang payung patah, dan berkata bahwa ia ingin memulai kembali. Ibunya menolak dengan tegas, tetapi Lila yang saat itu masih remaja sempat berharap semuanya bisa membaik. Sayangnya, beberapa minggu kemudian, ayahnya kembali pada kebiasaan lamanya, seolah seluruh janjinya hanya ucapan kosong.


Kini, membaca email yang ditulis ayahnya sendiri, Lila menyadari bahwa keterpurukannya telah berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih berbahaya. Rasa putus asa ayahnya bukan hanya tentang kehilangan pekerjaan atau uang. Ia mulai menyalahkan ibunya atas seluruh kehancuran hidupnya. Ia merasa ibunya yang menyebabkan pernikahan gagal, menyebabkan ia kehilangan stabilitas, dan menyebabkan ia tidak lagi dihormati.


Lila kemudian membaca isi chat yang lebih panjang. Email itu juga berisi rencana lengkap untuk menculik ibunya. Ada penjelasan tentang bagaimana mereka akan membuat tiket palsu, merekayasa video CCTV bandara, dan menyiapkan seorang wanita lain untuk berperan sebagai ibunya di bandara. Seluruh perjalanan itu sebenarnya tidak pernah nyata. Ibunya tidak pernah berangkat. Ia sudah diculik sebelum sempat pergi.


Ada pula pesan mengenai uang tebusan, tempat persembunyian, dan strategi menakut-nakuti Lila jika ia mencoba mencari tahu terlalu jauh. Pada salah satu pesan terakhir, ayahnya menulis kalimat yang membuat seluruh tubuh Lila menggigil. Ia mengatakan bahwa Lila mudah dipengaruhi dan akan berhenti jika diancam.


Dengan bukti itu, polisi akhirnya bergerak cepat. Polisi melacak lokasi terakhir perangkat yang terhubung ke akun chickensoup78, yang mengarah ke rumah kosong yang telah digunakan sebagai tempat menyembunyikan korban pada kasus penipuan identitas sebelumnya. Rumah itu berada di pinggiran kota, terisolasi dari pemukiman lain. Lila ikut mendampingi polisi karena ia tidak ingin hanya menunggu di rumah.


Setibanya di sana, rumah itu terlihat gelap dan tidak terawat. Pintu belakang didobrak. Bau lembap menyambut mereka. Ketika polisi masuk ke salah satu ruangan, Lila melihat ibunya duduk dalam keadaan tangan terikat, tampak lemah, tetapi masih bernapas. Ketika ibunya melihat Lila, ia langsung menangis. Lila berlari mendekat dan memeluk ibunya erat. Suara tangis mereka memenuhi ruangan yang selama ini dipenuhi ketakutan.


Di ruangan lain, polisi menemukan ayahnya yang sedang bersembunyi. Ia tidak melawan ketika ditangkap. Raut wajahnya datar. Ia mengatakan bahwa ia hanya ingin mengambil kembali apa yang ia anggap miliknya. Ia mengaku tidak pernah berniat menyakiti ibunya, tetapi ingin membuatnya merasa kehilangan seperti yang pernah ia rasakan.


Pemulihan ibunya memakan waktu lama, tetapi hubungan mereka menjadi jauh lebih dekat. Mereka menghabiskan lebih banyak waktu bersama. Tidak ada lagi rahasia kecil. Tidak ada lagi jarak. Lila berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak mengabaikan tanda-tanda kecil yang dirasakan hatinya. Ia sadar bahwa kewaspadaan kecil dapat menyelamatkan seseorang. Meskipun semuanya telah berakhir, Lila tidak pernah melupakan satu kenyataan. Kebenaran selalu ada, meskipun tersembunyi di balik kebohongan yang tampak meyakinkan. Namun ketika seseorang berani mencarinya, kebenaran itu dapat menyelamatkan nyawa orang yang dicintai.